Bonbin Dulu Tempat Favorit Sekarang Kaporit

“Aduh lemes gini cung, padahal udah jam makan siang tapi makanan tak kunjung datang” kata Berlin
“Santai aja Lin, disini udah biasa kaya gini, berdoa saja semoga kita bisa makan hari ini” timpal Acung
“Padahal ditempat saya dulu tinggal, makanan selalu sedia tempat waktu, ehm saya terdampar ke tempat yang salah sepertinya” balas Berlin
“Yah itukan di Jerman, dimana semua dikelola dengan professional, kalo disini yah gini-gini aja, makanya saya suka minta-minta sama pengunjung daripada kelaparan” cetus Acung
“yoyoyo saya ngerti perasaan kamu Cung, yang sabarnya nampaknya saya juga akan bernasib seperti kamu” Kata Berlin
***
Percakapan imajiner antara Acung dan Berlin ini merupakan percakapan yang saya ramalkan ketika saya melihat sepasang Si Amang di kandang usang, yang sedang berlehe-lehe berdua di Kebun Binatang Bandung.

Saya kembali menginjakan kaki di kebun binatang Bandung setelah 18 tahun yang lalu saya kesini. Dulu sekitar tahun 90han kebun binatang Bandung menjadi salah satu temoat favorit untuk liburan, terutama bagi anak-anak setelah taman lalu lintas tentunya.  Saya kembali ke kebun binatang bukan untuk bernostalgia atau jadi dokter hewan tapi saya kesini atas prakarsya adik saya yang berusia 5 tahun yang ngotot pengen pergi ke kebun binatang setelah mendengar cerita teman bermainnya menceritakan kebun binatang dan ia jadi kesesem pengen pergi kesana.
Saya pun tak bisa menolak ajakan adik saya, akhirnya saya sekeluargapun pergi kesana untuk sekedar menghabiskan akhir pekan bersama. Saya nyampe disana sekitar pukul 11. Saya memakirkan kendaraan di gerbang baru di dekat pasar seni ITB, selintas dalam pikiran saya, akan banyak perubahan yang terjadi terhadap kebun binatang ini. Karena kalo melihat harga tiketpun bisa dibilang mahal jika dibandingkan dengan tiket Kebun Binatang Ragunan. Jadi sudah tentunya fasilitas dan pelayanannya seharusnya jadilebih baik toh.
Pertama kali masuk adik saya langsung mengajak saya untuk mencari gajah. Maklum saja ia jadi fans berat gajah setelah saya perkenalkan pada sosok gajah merah imut yang bernama Bona di serial majalah bobo. Kurang lengkapnya petunjuk lokasi membuat saya harus berputar-putar terlebih dahulu ditambah saya tak bersama Dora yang rajin membawa peta membuat kebingungan saya bertambah bingung. Selama saya melakukan pencarian kandang gajah, nampak kandang-kandang yang saya lewati tak berpenghuni bagaikan rumah yang akan terkena sita saja. Adapun saya menemukan kandang berpenghuni yang dimiliki sang bapa alligator, hewan yang dikenal diam-diam dan buas diair ini. Tapi tak tercermin sedikitpun oleh alligator di depan saya, malah yang Nampak dan jelas terlihat adalah sosok alligator yang terlihat tua, murung dan tak bernafsu sama sekali. Kedua saya menemukan kandang burung dan monyet dengan kondisi yang cukup memprihatinkan, teralis besinya mulai berkarat dimana-mana. Selama saya berkeliling tak satu pun saya dapat menemukan petugas disana yang berjaga atau berbagi senyum. Setelah bercucuran keringat dan menghabiskan tenaga untuk berjalan kaki sekitar 696 langkah saya dipertemukan dengan apa yang saya cari. Tapi kandang gajah yang saya cari telah berubah, kini telah disulap menjadi tempat orang-orang mengganjel perut. Akhirnya saya beranikan diri bertanya pada mbak-mbak eskrim paddle pop, saya ditunjukan bahwa gajah telah berpindah ke ujung sana. Dan benar saja kini kandang gajah jadi suasana outdoor, beralaskan tanah beratap langit.
Mengingat kebun binatang Bandung, saya selalu teringat kenangan dengan wahana tunggang, seperti menunggang gajah atau unta, lalu ketika naik saya akan diphoto oleh kamera analog yang masih menggunakan film. Tapi itu tak bisa dirasakan lagi mengingat gajah atau unta disana sudah uzur dan tak ada regenerasi. 18 tahun yang lalu dengan sekarang kebun binatang bandung rasanya seperti berjalan ditempat atau mungkin lebih tepatnya berjalan mundur. Nampaknya perkembangan ilmu teknologi di jaman modern tak pernah singgah di kebun binatang Bandung. Tak banyak binatang yang bisa dikembang biakan atau di konservasi ditempat ini, seolah binatang yang ada disini hanya menunggu tua ditempat usang penuh kotoran mereka sendiri. Hanya ada satu yang masih sama hingga kini, yakni tempat ini menjadi tempat botram keluarga yang enakeun di bawah teduhnya pohon. [Up1]    

Share your love
Rulfhi Alimudin
Rulfhi Alimudin

Pekerja teks komersial dan penggambar rumah. Berminat sejarah, sastra, sepakbola dan properti.

Articles: 164

3 Comments

Leave a Reply