Mencari pekerjaan di era Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) lebih melelahkan. Memiliki modal berupa keahlian saja tidak cukup. Kamu perlu kemampuan, relasi dan keberuntungan. Saingan antar pelamar pun makin ketat. Toh tidak ketat bagaiamana, dari pengangguran, fresh graduate hingga yang baru di PHK tumpah ruah di lowongan pekerjaan yang makin sempit.
Selain itu kondisi kesehatan para pelamar kerja harus benar-benar diperhatikan, sedikit pilek atau batuk bisa berujung kegagalan. Saya pernah mendapatkan undangan wawancara kerja, disebutkan bahwa calon pekerja yang sedang batuk dan bersin tidak diperkenankan mengikuti. Andai memaksa dan ketahuan sakit maka otomatis dianggap gagal.
Tentu kabar ini menyesakkan, hanya karena batuk di hari itu saja bisa gagal mendapatkan pekerjaan. Padahal itu hari yang dinanti, tapi nasib manusia memang begitu tidak ada yang tahu. Jadi harap bersabar dan nantikan kesempatan datang lagi.
Ngomongin lamar melamar pekerjaan, saya lihat beberapa waktu yang lalu di twitter sempat ramai loh. Akar keramaian itu berasal dari akun twiter @hrdbacot yang membagikan sebuah tangkapan layar mengenai pelamar kerja yang marah-marah kepada HRD atau bagian recrutment. Lantaran si pelamar kerja mendapatkan surat elektronik berupa penolakan lamaran karena tidak sesuai dengan kriteria yang dicari perusahaan.
“Anda ini swasta level bawah.”
“Sorry saja, level BUMN di atas anda begitu pelajar CV saya langsung pesankan penerbangan
“Perusahaan yang bekerjasama dengan saya sebelumnya BUMN, pemerintah dan swasta tidak pernah menginfokan seperti itu ke saya,” tulis si pelamar dalam tangkapan layar.
Baca juga: Nabung Itu Privilese, Apalagi Kalau Masuk Generasi Sandwich
Tentu sebagai pelamar kerja yang pernah ditolak perusahaan, saya memahami kekesalan beliau. Lantaran sudah sangat yakin akan kemampuan diri sendiri tetapi malah ditolak. Ini layaknya mau nembak gebetan yang sudah sangat sangat sangat deket dan saling nyaman tapi ditolak karena lebih nyaman tanpa status.
Kita juga harus ingat bahwa orang sejenius Alm. B.J. Habibie pernah ditolak di negeri ini. Sampai beliau memilih berkarya dan bekerja lebih dulu di Jerman. Hingga akhirnya disuruh pulang ke Indonesia untuk mengembangkan Dirgantara Indonesia. Jadi apa daya kita yang cuma remahan debu. Lamar kerja aja masih tebar sembarang kaya ngasih pelet ke lele.
Saya sarankan sekalipun memiliki kemampuan mumpuni tapi masih minta kerjaan ke orang lain atau instansi jangan pernah coba marah-marah kaya gitu, ga baik loh. Apalagi pelampiasan marahnya lewat media sosial, siap-siap aja bablas karir mu. Cuma karena permasalah yang sebenarnya tak esensial, ditolak kerja. Bukan hal yang menyangkut integritas atau kemaslahatan warga Indonesia.
Kalau pun kamu benar-benar marah dan mengganggap keputusan HRD itu salah. Maka tuangkan kemarahan kamu itu ke dalam sebuah resumeatau esai yang memuat kerugian-kerugian yang bakal diterima bila tidak mengontrak saya sebagai pegawai. Ini baru joss, kalau kata anak sekarang balas dengan karya.
Baca juga: Andai Tak Ada Lagi Rektrutmen CPNS, Hilang Asa Muncullah Motivator
Selain itu kami bisa jadi pelopor di skena lamaran pekerjaan. Lantaran memunculkan trend untuk bikin esai agar para HRD melirik lamaran. Namun sebenarnya hal ini bukan hal baru karena beberapa instansi ada yang menyaratkan calon pegawainnya buat esai. Namun ini masih belum banyak jadi bolehlah disebut pelopor, biar ga marah lagi.
Akan tetapi bila kamu adalah sosok yang tak lagi ngemis pekerjaan alias tidak lamar pekerjaan sana-sini, saya kira kamu memiliki porsi marah. Seorang teman pernah bilang kalau nanti kamu sudah jadi boss, kamu berhak untuk marah karena sudah ada alokasinya. Namun saya belum bisa membuktikannya karena saya masih belum jadi boss. Baru bisa menjadi boss diri sendiri, sehingga kalau pun marah kepada diri sendiri hingga overthinking.
Hidup di kondisi pandemi seperti sekarang memang menyulitkan. Sudah berjalan hampir enam bulan dan kita masih belum tahu kapan ini akan berakhir. Pekerjaan pun tak kunjung menghampiri padahal tabungan kian menipis. Mengadalkan bantuan dari pemerintah tak turun-turun. Sehingga tingkat baper para calon karyawan pun meningkat. Giliran email lamaran tak dibales dikira ghosting, giliran di bales malah marah-marah. Ya sudah saya mau cari kerja lagi biar cepet jadi boss dan bisa marah-marah.
Iyahh nggk baik. Apalagi marah2 di medsos.. Soalnya medsos bisa jadi pisau bermata dua. sama-sama tajam sisi-sisinya….Jadi semisal ditolak kita masih bisa cari lagi.. 🙂
Betul, apalagi ada kecenderungan HRD untuk seleksi attitude lewat sosial media pelamar kerja. Makanya kudu jaga² tuh