Pitimoss berada di kawasan Archipelwijk, di mana kamu akan melihat ruas jalan dengan nama-nama pulau yang ada di Nusantara seperti, Jalan Kalimantan, Jalan Lombok, Jalan Bangka, Jalan Sumatera hingga ruas jalan bernama Jalan Banda. Nama jalan terakhir yang saya sebut terbentang cukup panjang. Di sinilah kamu akan mendapati beberapa bangunan tua yang masih berdiri kokoh.
Tak hanya itu, kamu akan menemui sebuah “perpustakaan modern”, sebuah taman baca yang nyaman dengan pohon-pohon rindang dan meneduhkan, yang dengan suasana ini akan menambah kegiatan membaca kamu lebih cozy.
Pitimoss Fun Library, begitu nama tempat ini. Beralamat di Jalan Banda 12-s, yang tak jauh dari pusat kota, membuat tempat ini mudah diakses oleh masyarakat. Belum lagi kehadiran SMA 3, SMA 5 dan Taman Musik di sisi barat yang berjarak tak lebih dari 500 meter, membuat tempat ini kerap dikunjungi oleh orang-orang dari berbagai kalangan.
Baca juga: 6 Kawasan Cagar Budaya di Kota Bandung
Melepas Penat di Pitimoss Fun Library
Tak seperti biasanya, hari itu terasa membosankan. Entah kenapa saya seperti butuh suasana berbeda untuk menghabiskan waktu siang menjelang sore. Saya memilih beberapa buku yang hendak dibaca, namun suasana rumah sedang kurang enak. Bawaannya malas. Dengan alasan itulah saya pergi menuju Jalan Banda 12-s untuk sekedar mencari ketenangan dan kenyamanan, selain tentu saja untuk “cuci mata”.
Memang, saya pikir setiap manusia bisa mendefinisikan nyaman dengan caranya masing-masing. Ada yang nyaman saat berada di kerumunan banyak orang, ada juga yang merasa nyaman di ruang-ruang sunyi. Dan hari itu, saya sedang ingin berada di ruang sunyi, lebih tepatnya di ruang baca yang sunyi. Maka, Pitimoss menjadi pilihan saya.
Bicara Pitimoss, nama ini diadaptasi dari bahasa Minang yang terdiri dari dua suku kata, Piti yang artinya uang, dan Mos yang berarti uang logam pecahan lima rupiah. Uang tersebut merupakan nilai uang terkecil yang pernah dimiliki dan digunakan para pendirinya. Dengan alasan komersil maka dua suku kata tersebut digabung menjadi satu, ditambahkan satu hurus “S” di belakang.
Secara filosofi, nama Pitimoss ini dimaksudkan agar kebiasaan membaca dapat dilakukan dengan biaya yang sangat kecil, bahkan tanpa biaya alias gratis.
Membaca Seru di Pitimoss
Koleksi bacaan yang ada di Pitimoss didominasi oleh komik, walaupun ada juga novel, beragam majalah dan bacaan-bacaan lainnya. Andai saya boleh request, saya bakalan meminta kepada petugas Pitimoss buat nambahin koleksi buku-bukunya dengan buku-buku Enny Arrow. Biar tambah beragam, biar imajinasi terlatih, dan dengan begitu saya bakalan sebar juga rekomendasikan taman baca ini kepada kawan-kawan.
Terkait banyaknya komik di taman baca yang satu ini mungkin karena pangsa pasar yang, menurut sepenglihatan saya didominasi oleh insan muda. Beralasan memang. Apalagi mengusung konsep “Fun Library” yang membuat pengunjung tak akan merasa “kaku”.
Selain itu, jika kalian kesulitan menemukan buku yang dicari, Pitimoss seolah memudahkan kita. Tinggal searching di komputer yang berada tak jauh di dekat pintu masuk, lalu kita akan melihat status dan tempat buku itu berada.
Adapun fasilitas yang disediakan Pitimoss untuk kenyamanan dan kepuasan pengunjung di antaranya ruang pajang dengan tata letak yang memudahkan, ruang baca yang nyaman sehingga kecil kemungkinan untuk terdistraksi, dan sarana parkir yang luas.
Lain dari itu, kehadiran siswa-siswi SMP dan SMA beberapa kali saya temui saat siang menuju sore. Terlepas dari apa yang mereka baca, setidaknya saya merasa “ada teman” karena ternyata minat baca di Bandung masih hidup. Jika di utara ada Kineruku, maka Pitimoss melengkapinya dengan hadir di tengah kota.
Pernah suatu ketika saat sedang berada di Pitimoss, saya melihat seorang siswi berseragam SMA meminjam buku Dilan, Dia adalah Dilanku Tahun 1990-nya Pidi Baiq. Lantas saya teringat Milea (tokoh utama selain Dilan). Siswi SMA yang saya lihat itu tiba-tiba seumpama Milea. Bukan tanpa alasan, karena di beberapa fragmen dalam buku tersebut, Milea dan Dilan hadir dalam imajinasi saya dan berboncengan di kawasan Archipelwijk.
Bayangan saya tentang siswi SMA itu kabur saat saya melihat pedagang lumpia basah yang sering mangkal di depan Pitimoss. Ternyata jika sedang sepi pembeli, pedagang tersebut ikut berbaur dengan pengunjung Pitimoss lainnya untuk kemudian ikut membaca. Entah itu membaca buku ataupun koran. Bukti kecil kalau Pitimoss berhasil menularkan minat baca kepada orang-orang.
Dan saya pikir, Pitimoss sejalan dengan visinya: menjadikan membaca sebagai kebiasaan yang menyenangkan dan murah. Eh satu lagi deng: Pitimoss adalah tempat yang cocok untuk cuci mata. Hehehe.