“Kring..Kring…Kring..’’ Suara alarm yang berbunyi dari hp saya tak bisa membangunkan saya agar tidak terlambat berangkat ngaleut ke Blok Tempe bersama Komunitas Aleut. Alhasil saya tak sempat bergabung dari awal walau saya sudah memacu kuda besi saya secepat Valentino Rossi. Saya tiba di pasar ulekan yang menjadi meetpoint dan start ngaleut pukul setengah sembilan dan rombongan sudah berangkat ngaleut. Untung saja rekan di aleut sudah menshare lokasi jadi saya langsung meluncur menuju kesana. Ditengah jalan sebelum bertemu dengan rombongan saya bertemu dengan rekan aleut yang memutuskan untuk jajan dulu cilok, tak kuasa mendengar kata cilok saya pun memutuskan bergabung untuk jajan cilok. Ternyata cilok ini jadi favorit warga sekitar, banyak warga yang mengantri untuk jajan cilok ini, dan menurut rekan aleut Arfin cilok ibu ini kalo hari biasa dagang disekolahan dan kalo weekend disekitar pasar.
Setelah cilok ditangan , kami pun segera bergabung dengan kawan-kawan aleut yang sudah menunggu di depan. Disini saya dan kawan aleut mulai menelusuri gang demi gang yang ada di daerah Babakan Tarogong ini. Satu persatu warga sekitar kami tanya untuk menanyakan tempat yang bernama Blok Tempe. Sampai kami menanyakan ke ibu-ibu yang sedang membantu mempersiapkan bahan makanan untuk dagangan anaknya. Ibu satu ini menuturkan bahwa Blok tempe ini dulu dikenal dengan banyaknya pembuat tempe di kampung ini, dan sekarang tidak banyak yang masih membuat tempe mungkin tinggal satu dua saja. Sekarang ini Blok Tempe secara administratif berubah menjadi Babakan Asih yang katanya diambil kata asih karena warganya yang murah senyum dan penyayang. Ibu ini sangat senang ngobrol terbukti beliau terus bercerita, bahkan mengenai dirinya dan kehidupannya. Sampai ibu ini mewant-wanti para Aleutian yang mayoritas lelaki untuk tidak mempermaikan perasaan wanita. Ahh ibu satu ini sangatlah terasa ibu-ibunya dari masalah dapur sampai masalah kehidupan semua diceritakan. Kami pun bertanya kepada beliau letak lokasi yang temboknya banyak mural dan ada bale yang dibuah oleh RK. Ibu ini menunjukan lokasi yang katanya bale itu ada di RT 04.
Setelah itu kami pamit kepada ibu yang sangat ramah ini, kami melanjutkan menelusuri gang yang sangat banyak persimpangan ini. Gang ini layaknya labirin berapa kali sudah kami bertanya kepada warga dan masih tetap saja tersesat, tapi dengan tersesat kami jadi lebih banyak berinteraksi dengan warga sekitar. Langkah kaki terus melangkah dan mata yang terus sigap melihat tanda-tanda keberadaan bale dan mural-mural penghias tembok. Tak berselang lama kami menemukan mural itu, harapan kami akan menemukan bale itu semakin besar. Tak jauh dari mural itu sedang diadakan sebuah festival , kami pun bertanya kepada sang satpam dan pemuda yang berjaga di pintu masuk. Satpam dan pemuda itu membenarkan bahwa di daerah ini memang benar ada bale yang dibuat RK. Pemuda itu menunjukan jalan lurus, belok kanan dan belok kanan lagi nanti ketemu bale disana.
Tapi di realitanya saking banyaknya persimpangan kami tetep saja tersesat, mungkin kita perlu panggil peta-peta ayo panggil peta. Walau tanpa peta yang tak kunjung datang akhirnya kami mampu sampai ke bale.
Menurut akang yang sedang berada di bale, bale yang terbuat dari bambu ini digunakan untuk kegiatan masyarakat seperti ngaji anak-anak, posyandu sampai senam pagi juga digelar disini. Tetapi bale ini tak cukup besar, lantas kami menanyakan masih adakah bale di kampung ini yang lebih besar. Dia menjawab masih ada katanya di RT 4, dengan ramah akang ini menawarkan untuk mengantar kami ke bale tersebut. Dan kami pun menerimanya dengan senang hati. Tak berselang kami pun sampe di bale yang cukup besar ini.
Setibanya di bale ini kami beristirahat sejenak yang cukup nyaman ini. Beberapa kawan membeli minuman dan makanan ringan di sebrang bale ini. Disekitar bale terlihat kesibukan warga yang sedang memperbaiki tower air. Kami pun mencoba mengajak salah satu pemuda disekitar bale untuk ikut berkumpul dan mengobrol mengenai Blok Tempe. Kang Iwan menuturkan ‘’bahwa disini dulunya kawasan beling, bahkan kalau ada yang ngapel didaerah sini kami pukuli da kumaha atuh pemuda didieu mah, kusorangan teu beunang, ari ku batur ulah’’, yang kami sambut dengan tawa.
Sebelumnya sudah banyak yang ingin merubah keadaan di daerah sini, namun cara yang disampaikannya kurang tepat, sehingga pemuda disini melawan balik, bahkan seorang Ustadz sekalipun pindah dari blok tempe. Namun diantara kami ada satu orang kawan yang bisa dibilang lebih maju dari kita, yaitu kang Reggy Munggaran. Kang reggy melakukan pendekatan dengan kami secara santai tak ada istilah menggurui, semua dilakukan dengan obrolan santai. Ceuk Kang Reggy mah, ‘’arurang teh pemuda sakirana kudu berguna jang lingkungan sekitar mah’’. ketika itu kami menyadari mau sampe kapan kami terus begini. Celetuk kang Miki ‘’ayeuna mah barudak geus jadi preman pensiun”.
Setelah para pemuda tergerak untuk membangun kampungnya sendiri, Kang Reggy meminta bantuan Kang Emil yang sebelum menjadi Walikota Bandung adalah ketua BCCF (Bandung Creative City Forum) untuk mendukung program di Blok Tempe. Program pertama yang dilakukan pemuda Blok Tempe adalah membuat sumur resapan, maklum saja dulu daerah ini jadi langganan banjir karena lokasinya yang dekat dengan airan Sungai Citepus. Setelah banjir teratasi, pembangunan Blok Tempe menyentuh ke aspek fisik berupa ruang public. Ruang public yang diwujudkan berupa Bale Bambu ini berasal dari udunan warga dan beberapa donatur. Yang menarik dari Bale ini ada sebuah cap telapak tangan di depan Bale dengan tulisan Kartoon Ervat yang merupakan singkatan dari Karang Taruna Erte Ovat.
Cap Tangan, photo by Komunitas Aleut |
Kang Emil dan Blok Tempe bisa dibilang tumbuh bersama-sama. Disini awal Kang Emil memproklamirkan dirinya sebagai calon Walikota Bandung dan mendapatkan dukungan penuh dari Blok Tempe. Berkat Kang Emil dan kerja keras serta kemauan dari pemuda Blok Tempe, kini Blok Tempe dikenal di seantero Indonesia dan di dunia karena prestasinya. Bahkan tak jarang Blok Tempe jadi tempat study banding para pelajar asing dan lokal ataupun komunitas.
Dari Blok Tempe saya dapat banyak pelajaran berharga, betapa pentingnya sebuah pembenahan mental daripada hanya fokus membenahi fisik semata, karena dari mental yang kuat akan tumbuh kebersamaan,keramahan dan semangat untuk terus belajar yang menjadi nilai berharga yang dimiliki warga Blok Tempe. Tak perlu takut gagal hanya karena masa lalu yang kelam selama ada kemauan untuk berubah menjadi baik pasti akan ada jalan dan akan membuahkan hasil. Seperti ayat dalam Al-quran , Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu mengubah apa-apa yang pada diri mereka.