Satu dua tiga empat lima enam tujuh delapan sembilan sepuluh dan balik lagi ke angka satu, hingga 7 kali pengulangan. Raya masih terduduk di kursi yang hanya berjarak 2 meter dari tempat tidurnya. Kursi dengan bantal lembut sebagai alas pantatnya.Kursi juga ditemani dengan meja berbentuk lingkaran, yang hanya berjarak 1 meter di depan kursi.
Tak seperti hari-hari yang lalu Raya menghabiskan waktu lebih lama untuk duduk di kursi kamarnya. Ditemani laptop berlogo apel separuh. Raya mulai berselancar ke setiap software yang ada di laptopnya. Membuka folder demi folder tentunya bukan folder titip Anggi yang dibuka tapi folder yang berisi kumpulan foto dan video ia beserta teman-teman komunitasnya.
Pertama ia membuka dan melihat foto perjalanan momotoran menyusuri pantai di selatan Jawa Barat. Lalu ia melihat foto lainnya, mulai dari momotoran dalam kota,luar kota hingga momotoran antar provinsi. Matanya menatap tajam setiap foto yang sedang ia lihat. Foto yang menceritakan setiap pengalaman yang ia alami bersama teman-temannya.
Satu dua tiga empat lima enam tujuh delapan sembilan sepuluh sebelas duabelas tigabelas foto terus ia geser, geser, geser lagi dan geser lagi. Hingga di foto ke tigaratus sembilanpuluh tujuh ia terhenti cukup lama melihat foto berlatar hijaunya sawah, berhiaskan curug kecil di belakangnya dengan seorang wanita sebagai pusat bidikan lensa.
Wanita itu bernama Naya. Naya adalah teman Raya yang ia kenal lewat komunitas yang ia ikuti. Naya seorang wanita dengan rambut hitam sebahu. Dia punya mata yang cantik walau terlihat sedikit belo. Badannya kurus tipis bisa disebut cungkring. Kalau dilihat sebelah mata mungkin mirip Mirra Killian dalam film Ghost in theShell. Tapi percayalah dia pribadi yang sangat ramah, walau kesan pertama kepada kalian akan sedikit jutek.
Seketika saja foto itu membuat ingatan Raya melayang menuju momen yang ia lalui bersama Naya. Saat itu Naya menjadi partner dalam kegiatan momotoran antar provinsi di sebuah komunitas. Momotoran yang akan berlangsung 3 hari 2 malam. Memang bukan kali pertama ia harus membonceng Naya. Sebelumnya ia pernah membonceng Naya yang kebetulan searah dan tempat yang dituju sama, yakni kedai di salah sudut Kota Bandung. Tapi percayalah perjalanan panjang inilah yang menimbulkan rasa yang berbeda.
Di jok sempit sepeda motor mereka harus saling mengakrabkan diri. Mengusir kebosanan yang hinggap di sepanjang perjalanan. Obrolan template mengawali obrolan mereka.
“Kamu sekarang lagi sibuk apa aja Ya?”
“Aku cuma sibuk tidur aja dirumah”
Seketika hening dan obrolan berakhir begitu saja. Hingga jalanan batu dan berlubang membuka obrolan mereka lagi.
“Eh jalannya jelek banget yah, kaya lagi berkendara di sungai saat (kering) aja”
“Iya”
“Kamu tuh anak ke berapa sih?”
“Aku anak ke dua dari tiga bersaudara yang isinya cewe semua”
“Wah seru donk pasti kompak terus yah”
“Yah gitulah”
Mereka berdua kembali terdiam untuk waktu yang tak dapat ditentukan. Naya selalu membalas obrolan dengan singkat, padat dan tamat begitu saja bagi si orang yang bertanya. Karena mulai bosan akhirnya Raya mencari topik obrolan lain yang mungkin saja bisa membuka obrolan lebih panjang dan melebar. Ia mulai bercerita tentang apapun yang ia temui di sepanjang jalan. Seperti ketika melihat kumpulan awan yang membentuk sebuah bentuk abstrak dengan sedikit terkena paparan cahaya matahari. Raya bercerita bahwa awan bentuk seperti itu hanya bisa ditemui jika sedang ada bidadari turun ke muka bumi. Tentu Naya tak percaya dengan bualan receh seperti itu. “Tapi tak apa namanya juga usaha” ujar Raya dalam hati.
Tak hanya menceritakan sesuai imajinasinya. Raya juga mengkomentari rombongan motor yang menyalip dirinya, mulai dari cara mereka menyalip ataupun gaya mereka berboncengan. Semua dilakukan demi mengusir kebosananan dan rasa kantuk yang kadang melanda. Namun kalau ingat masalah mengantuk Raya selalu ingat mengenai cubitan di tangannya. Bukan tidak lain pelakunya adalah Naya, Naya melakukan cubitan yang maha dashyat ketika Raya mulai diam dan menguap beberapa kali. Setelah nyubit Naya selalu bilang “ini demi kebaikan kita bersama yah”
Baca juga cerita lainnya Sebatas Rindu
Hanya senyum kecil sembari menahan sakit yang Raya lakukan untuk membalas cubitan Naya. Namun setelah peristiwa pencubitan itu semua menjadi lebih cair dan lebih dekat. Raya pun terkadang berbohong mengaku mengantuk hanya untuk dapat sebuah cubitan dan sedikit omelan dari Naya. Karena ia sangat suka melihat ekspresi wajah Naya ketika mencubit dan mengomelinya.
Tetapi kenangan itu entah bakal terjadi lagi atau engga. Karena kini Naya telah memutuskan untuk pergi ke Kota Khatulistiwa.Untuk waktu yang tak dapat ditentukan. Raya hanya dapat berharap dan menunggu. Dan mungkin setelah kepergian Naya kini hanya ada kosong dan debu saja di jok belakang.
Sementara itu di luar kamar Raya. Hujan mulai berjatuhan dengan cukup deras seolah langitpun ikut merasakan perasaan yang sedang di alami Raya.
Semua ingatan dan kenangan tentang Naya belum berakhir. Tetes air jatuh membasahi mata. Tetes air yang tak bisa tertahankah lagi terus mengucur hingga membasahi sebagian wajahnya. Bukan air mata Raya yang membasahi tetapi atap kamar Raya kembali bocor.
Ada apakah di folder titipan Anggi? Adakah kenangan yg bikin tegang dan basah di sana?
Ada sesuatu yang bikin geli dan mual-mual
ah apstinay sanagt merindukan seseorang kayaknya
yap seperti itu gerangan