Disadari atau tidak, kiwari sejumlah pejabat pemerintahan memiliki hobi lain dalam pemerintahan. Mereka tampak gemar membuat sakit hati rakyatnya.
Mulai dari pejabat sekelas menteri yang menggondol uang bantuan sosial (bansos) pandemi Covid-19, lalu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tak kunjung mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Meninjau deretan potensi penyebab sakit hati itu, terbesit dalam pikiran bagaimana jika para pejabat di pemerintahan Indonesia diganti dengan robot. Masuknya robot di pemerintahan bisa mengurangi wakil rakyat yang doyan tidur dan bolos kala rapat parlemen.
Bahkan rapat paripurna yang berlangsung Kamis, 6 Mei 2021 lalu, tercatat 264 anggota DPR RI ketahuan bolos. Selain itu, sering kali kursi empuk DPR membuat mata mudah terlelap hingga bermimpi bahwa Indonesia baik-baik saja dan tak perlu ada yang dibahas dalam rapat paripurna.
Tuh coba kalau diganti sama robot, mana ada robot kepikiran buat bolos dan ketiduran.
Baca Juga: Kebusukan Dari Kemegahan Proyek
Namun mungkinkah robot akan menjadi alternatif yang lebih baik ketimbang politisi korup dan tidak kompeten?
Tentu hal ini perlu dikaji lebih lanjut di bukit algoritma. Akan tetapi kita perlu lebih bersabar karena bukit algoritma masih berwujud hamparan bukit-bukit di Sukabumi. Colek Pak Budiman Sudjatmiko.
Maka dari itu, setidaknya kita bisa melihat penggunaan robot di sejumlah teknologi modern yang ada di pasaran. Penggunaan robot atau kecerdasan buatan sebenarnya sudah dapat dirasakan oleh kita saat ini.
Sebut saja rekomendasi lagu di Spotify hingga menemukan jalur-jalur alternatif di map guna menghindari kemacetan Ibu Kota. Dalam bidang investasi, kecerdasan buatan telah dipakai untuk membantu pengguna memilih produk investasi yang sesuai dengan rencana dan risiko yang diinginkan.
Secara tidak sadar, kiwari hidup kita sudah dinodai oleh robot bernama kecerdasan buatan atau articial intelligence (AI).
Salah satu kecanggihan yang ditawarkan robot ialah kalkulasi atau perhitungan yang digodok secara sistematik dari sejumlah variabel hingga mengeluarkan sebuah keputusan yang lebih tepat dan presisi.
Baca Juga: Sosial Branding Ala Pejabat, Di mana Pun Selalu Ada Bayanganmu
Sangat mungkin juga kehadiran robot dalam tubuh pemerintahan akan meminimalis inkosistensi kebijakan. Rasanya tak perlu saya sebutkan contoh inkosistensi kebijakan yang telah diperbuat pemerintahan saat ini. Kamu bisa melihatnya sendiri dengan mata telanjang.
Kemudian saya prakirakan juga ketika ide ini dihembuskan bakal muncul kelompok-kelompok anti robot. Mereka akan beralibi bahwa robot tidak memiliki perasaaan sehingga setiap kebijakan yang diambil dipastikan tanpa melibatkan perasaan.
Tunggu dulu, mungkin kita lupa bahwa kendati para politisi tanah air dibekali perasaan, tapi mereka lebih sering meninggalkan perasaan atau empatinya di rumah masing-masing. Selain itu, sekalipun kebijakan yang diputuskan terbukti tidak efektif, para pejabat sekarang cenderung lebih suka mengeles daripada minta maaf. Mana segi perasaannya?
Menilik ke belakang, ternyata Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah berencana menggantikan eselon III dan eselon IV di kementerian yang menghambat birokrasi dengan robot AI.
Hal ini dimaksudkan untuk melakukan penyederhanaan birokrasi agar cepat dalam merespons perubahan dunia. Namun wacana tersebut urung direalisasikan. Dan saat ini kita masih harus dihadapkan realitas yang mewajibkan mengurus administarasi birokrasi dengan KTP yang difotokokopi.
Baca Juga: Hindia Belanda ke Indonesia, Dari Wijkenstelsel Hingga PSBB
Rasa kecewa terhadap kinerja DPR belum usai, akhir-akhir malah tambah kesal melihat membaca draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKHUP) yang menyebutkan bahwa orang yang menghina lembaga negara seperti DPR bisa dihukum penjara maksimal 2 tahun.
Delik di atas masuk dalam Bab IX TINDAK PIDANA TERHADAP KEKUASAAN UMUM DAN LEMBAGA NEGARA Bagian Kesatu, Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara.
“Setiap Orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,” demikian bunyi Pasal 352 pasal 1.
Tentu jika nanti RKHUP tersebut disahkan maka bisa jadi para anggota DPR makin sulit disentuh.
Masalahnya, saat ini kritik sering dipelintir menjadi hinaan. Orang yang memberi kritik secara terstruktur dan berbasis pada kenyataan bisa dilaporkan dan berujung penjara. Lagi-lagi aturan tersebut nanti sangat terbuka menjadi pasal karet selayaknya UU ITE yang sangat mudah menjerat orang-orang. Apa tidak belajar dari yang sudah-sudah?
Jika sudah begini perasaan mendung kembali mencuat, rasanya demokrasi yang telah diperjuangkan lambat laun dan pasti dikebiri. Bukan tidak mungkin masa gelap gulita bakal datang.
Baca Juga: Para Wanita yang Mulai Mengekspansi di Segala Bidang
Meminjam puisi dari Wiji Tukul, “Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan, dituduh suversif dan mengganggu keamanan, maka hanya ada satu kata: lawan!”
Kembali ke soal wacana robot. Jika robot menjadi anggota parlemen, alih-alih mengurusi hinaan dan cacian, mereka akan fokus kerja, kerja, kerja.
Mungkin saat ini wacana penggunaan robot di parlemen terdengar sepeti kisah fiksi. Tak hanya fiksi sangat mungkin dicemooh serta dianggap gila. Namun perlu digarisbawahi terkadang terobosan-terobosan di masa depan berawal dari ide-ide gila yang melampui waktu dan pemikiran masyarakat saat itu.
Jika saat ini para buruh atau pekerja kasar mulai dihantu bayang-bayang digantikan robot. Saya kira para pejabat negara pun harus dihantui ketakutan yang sama, yakni digantikan oleh robot.
Dengan begitu, mungkin mereka akan memikirkan ulang bahwa jabatan yang diduduki sekarang pun sama rentannya dengan nasib buruk kontrak.
Tapi tergantung program robotnya juga, kalau robotnya diprogram buat berontak malah jadi tambah kacau kayak film Terminator
Menjadi penting agar program robot disetting oleh rakyat. Kalau memberontak otomatis akan hancur
Bedanya robot dengan manusia mereka nggak punya nafsu berkuasa….
Bener, robot mah lempeng² aja
Kalau sistem robotnya di sadap, habis dah itu. Yang bagus di rubah jadi kurang bagus.
Disadap, gegerlah separlemen
ide bagus itu kalau digantikan robotjadi seperti masa depan yang idup adalah robot
Saatnya masa depan dikuasai oleh robot